Krisis Lingkungan di Bogor: 60% Bentang Alam Rusak, Walhi Sebut Ancaman Ekologis Nyata

Saifuddin Romli |

Krisis Lingkungan di Bogor 60% Bentang Alam Rusak, Walhi Sebut Ancaman Ekologis Nyata

Bogor – Kerusakan lingkungan di Kabupaten Bogor kini mencapai titik mengkhawatirkan. Berdasarkan data terbaru dari Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Jawa Barat, sekitar 60 persen bentang alam Bogor mengalami perubahan fungsi lahan parah dalam delapan tahun terakhir. Fakta ini mengindikasikan adanya ancaman ekologis serius yang bisa menjadi “bom waktu” bagi masyarakat dan lingkungan sekitar.

Direktur Eksekutif Walhi Jawa Barat, Wahyudin Iwang, menjelaskan bahwa percepatan pembangunan yang dikemas dalam narasi Proyek Strategis Nasional (PSN) menjadi salah satu faktor utama degradasi lingkungan di wilayah Bogor. “Peningkatan kegiatan tambang menjadi salah satu yang terbesar untuk memenuhi kebutuhan PSN. Sisanya untuk pengembangan properti dan wisata,” ujarnya, Minggu (5/10/2025).

Baca Juga : Pembangunan Tol Bogor–Serpong via Parung Rp 12,3 Triliun Resmi Dimulai Tanpa Dana APBN

Menurut Iwang, ekspansi tambang pasir, batu, dan tanah agregat (galian C) di berbagai kecamatan Bogor telah memicu kerusakan masif. Dari total luas Kabupaten Bogor yang mencapai 298.838 hektar, lebih dari separuh kini berubah fungsi menjadi area industri ekstraktif dan pemukiman baru. Parahnya, sebagian besar tambang tersebut berperan sebagai pemasok utama material proyek besar, termasuk infrastruktur jalan tol dan pengembangan kawasan wisata modern.

Degradasi Alam dan Dampak Sosial

Walhi menilai kerusakan tersebut bukan sekadar masalah tata kelola tambang, melainkan bentuk nyata pengabaian terhadap prinsip keberlanjutan lingkungan. Perubahan fungsi lahan dalam skala besar telah menyebabkan penurunan daya dukung alam, memperparah risiko bencana seperti banjir saat musim hujan dan kekeringan di musim kemarau.

“Bogor kini jauh lebih rentan terhadap bencana ekologis akibat kerusakan tutupan lahan yang masif,” jelas Iwang. Selain ancaman bencana alam, Walhi juga menyoroti dampak sosial yang timbul dari aktivitas tambang. Meningkatnya ketimpangan ekonomi, perpecahan masyarakat, dan konflik horizontal di sekitar wilayah tambang menjadi konsekuensi yang tak terhindarkan.

Kritik untuk Pemerintah Pusat

Kritik juga dilayangkan Walhi terhadap pernyataan Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR), Dody Hanggodo, yang memastikan bahwa proyek strategis nasional seperti Tol Bogor–Serpong via Parung senilai Rp 12,3 triliun tidak akan terhambat akibat penutupan tambang. Walhi menilai pernyataan tersebut menunjukkan bahwa orientasi pembangunan nasional masih terlalu fokus pada percepatan infrastruktur, tanpa mempertimbangkan daya dukung ekologis daerah.

Dengan kondisi ini, Walhi menyerukan agar pemerintah pusat dan daerah meninjau ulang izin tambang dan melakukan pemulihan ekologis secara menyeluruh. Jika tidak segera ditangani, kerusakan lingkungan di Bogor dapat menjadi bom waktu ekologis yang berdampak pada krisis iklim, ketahanan air, hingga kesejahteraan masyarakat lokal.

Langkah konkret dalam pengawasan, penegakan hukum lingkungan, dan pembangunan berbasis keberlanjutan menjadi kunci untuk menghindari keruntuhan ekosistem di salah satu wilayah penyangga utama Ibu Kota ini.

Sumber: Kompas.com | Walhi Jawa Barat